Kamis, 23 Desember 2010

Ikutan Survey Berhadiah1 buah iPad Yukkk

survei DETIK.COM berhadiah 1 buah iPad, 2 buah HP Samsung Galaxy 5 http://de.tk/KwPAE

Kamis, 16 Desember 2010

Tobat nasuha

Keindahan TobatOleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR
SEMOGA Allah yang Mahatahu setiap aib (kejelekan, kekurangan, dan kemaksiatan yang kita lakukan), menolong diri kita untuk berani mengakuinya. Karena orang tidak akan selamat kecuali karena ampunan Allah. Bahkan, kalau mau digabung-gabungkan kebaikan kita, satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat, satu kejelekan balasannya sesuai dengan kejelekan itu.
Allah mengajarkan kita cara bertobat sebagaimana tercantum dalam Alquran, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami, niscaya, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (Q.S. al A'raaf [7] :23).
Salah satu syarat tobat adalah menyesal. Akan tetapi, orang tidak akan pernah menyesal kalau dia tidak pernah tahu bahwa dia telah melakukan kesalahan. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang menyadari bahwa dirinya banyak dosa. Keadaan ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan orang yang merasa dirinya telah banyak beramal. Ketika orang merasa sedih dan pilu saat melihat kejelekan dirinya sendiri, itu lebih utama daripada orang yang sombong sehingga ia sangat optimis bisa menjadi ahli surga.
Rezeki terbesar dari Allah adalah ketika kita mulai berani jujur melihat kekurangan diri sendiri. Kehati-hatian untuk tidak mudah menilai orang lain, banyak memperbaiki diri, kemudian menangis dan bertobat, adalah sikap yang lebih baik dilakukan daripada menjadi ahli masjid, tetapi bersikap ujub dan takabur karena amalan-amalannya.
Kesungguhan kita bertobat insya Allah menjadi bagian dari rezeki yang besar dari Allah SWT. "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga..." (Q.S. Ali Imran [3]:133).
Ciri-ciri tobat nasuha.
1. Menyesal.
Adanya penyesalan setelah melumuri diri dengan dosa dan kenistaan; adanya penyesalan setelah berbicara kotor; penyesalan ketika mata melihat kemaksiatan; penyesalan ketika menyakiti orang, adalah sikap-sikap yang menunjukkan adanya kecenderungan tobat nasuha. Orang yang tidak menyesal, tidak termasuk tobat. Orang yang bangga pada dosa-dosa yang pernah dilakukannya, menunjukkan bahwa dia belum sungguh-sungguh bertobat.
2. Memohon ampun kepada Allah.
Memohon ampun kepada Allah bisa dilakukan dengan cara mengucapkan istigfar sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Adam as dan Nabi Yunus as di dalam Alquran. Di samping itu, memohon ampun harus dilakukan secara sungguh-sungguh dari hati yang paling dalam. Inilah salah satu tanda orang yang bersungguh-sungguh dalam tobatnya. Begitu pula dengan ungkapan sedih, derai air mata, dan menggigilnya perasaan adalah ekspresi dari penyesalan yang mendalam.
3. Gigih untuk tidak mengulangi.
Bukan sekadar tidak berbuat dosa, berpikir ke arah sana saja tidak boleh. Memang, kita dikaruniai kecenderungan untuk berbuat hal-hal yang negatif. Akan tetapi, bukan berarti harus dituruti. Namun, untuk dihindari, karena itulah yang akan membuat kita mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.
Ciri tobat yang diterima.
Menurut Imam Al Ghazali dalam kitab "Muqasysyafatul Qulub", ada beberapa ciri yang menunjukkan tobat seseorang diterima, di antaranya.
1. Orang tersebut terlihat lebih bersih dan lebih terjaga dari perbuatan maksiat. Hal itu terjadi karena dia lebih bisa menahan diri. Dia seolah-olah mempunyai rem yang pakem. Rem ini seakan membuat dirinya terhalang dari perbuatan dosa.
2. Orang yang tobatnya diterima, hatinya selalu lapang dan gembira. Dia merasakannya baik dalam keadaan sendiri maupun ramai. Hati orang ini dihibur oleh Allah sehingga jernih dan lapang.
3. Dia selalu bergaul dengan orang-orang saleh dan mencari lingkungan yang baik pula. Orang yang sudah bertobat, namun masih kembali ke lingkungan yang tidak baik berarti dia belum sungguh-sungguh melakukan tobat. Lain halnya jika ia kembali ke lingkungan yang sama dengan niat untuk mengubah lingkungan itu. Mencari lingkungan yang baik adalah salah satu bagian yang akan membuat agama kita terpelihara.
4. Kualitas amalnya semakin meningkat. Selain menahan diri dari perbuatan maksiat, dia juga semakin meningkatkan kualitas salatnya, saumnya istikamah, malamnya dihidupkan dengan tahajud, dan sedekahnya terus meningkat. Inilah ciri orang yang tobatnya diterima.
5. Dia senantiasa menjaga lidahnya. Dia juga sangat serius dalam menata amal-amalnya. Semakin hari, kualitas amalnya semakin terus bergerak ke arah yang lebih baik. Dia memiliki kualitas pengendalian lisan dan pikiran dengan baik. Ingatannya selalu kembali kepada Allah. Hal itu dia lakukan secara maksimal sehingga cinta dan kerinduannya kepada Allah semakin menggebu.
Jadi, kalau saat ini kita masih senang melakukan maksiat; mulut kita sering menyakiti, tidak memilih pergaulan yang lebih terpelihara, hati selalu resah dan gelisah terhadap urusan dunia, jarang mengingat Allah, dan kualitas amal merosot, itu bisa jadi berarti, tobat kita baru sekadar tobat "sambal", artinya kita menyesal, tetapi hanya sekadar penyesalan yang emosional; belum sampai pada derajat takut kepada Allah. Na'udzubillahimindzalik. ***

Tobat Sebelum Ajal Mendekat

Kematian nggak pernah diketahui datangnya. Setiap orang pasti mati. Tapi semua orang tak pernah tahu kapan kematian menjemputnya. Itu sebabnya, kita kudu siap-siap sebelum datang hari di mana kita harus sudah pergi meninggalkan segala nikmat dunia. Kalo kita perhatiin, ada yang sebelum mati sempat ninggalin pesan tertentu kepada keluarganya. Tapi banyak juga yang pergi ninggalin dunia tanpa pesan. Banyak orang juga yang insya Allah saat ajal mendekat ia masih bisa beramal shalih. Khusnul khatimah alias baik di akhir hidupnya. Namun nggak sedikit yang saat ajal mendekatinya dan benar-benar menjemputnya ia sedang berbuat maksiat. Su’ul khatimah alias buruk di akhir hayatnya Naudzubillahi min dzalik.

Bro en Sis, ajal setiap orang udah ditetapkan waktunya. Udah dijatah sama Allah Swt. batas waktu ‘beredar’ setiap orang di dunia. Jangan lupa juga bahwa hidup kita dunia ini akan diuji, siapa yang terbaik amalnya. Firman Allah Swt. (yang artinya): “Maha Suci Allah Yang di tanganNyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS al-Mulk [67]: 1-2)

Yup, ada ganjaran berupa pahala yang akan diberikan oleh Allah Swt untuk setiap ibadah yang kita lakukan. Begitu pula, Allah Swt. akan memberikan siksa bagi manusia manapun yang telah berbuat dosa dalam kehidupannya (atau bahkan selama hidupnya). Tentu itu adil dong ya. Mereka yang beriman dapat pahala, dan siapa saja yang berbuat maksiat diberikan siksa karena dosa-dosanya. So, emang nggak akan lepas dari pengawasan Allah Ta’ala. Waspadalah!

Terus, gimana kalo kita kadang berbuat maksiat? Ya, Allah Swt. udah ngasih jalan, yakni dengan cara bertobat alias minta ampunan. Setelah bertobat tentu harus ninggalin maksiat yang telah atau biasa dilakukannya sebagai wujud tobat yang sebenarnya-benarnya. Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” [QS at-Tahriim [66]: 8]

Kita semua pernah berbuat dosa
Sobat muda muslim, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah saw. tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Swt.”

Rupanya ungkapan ustadz saya itu melumerkan kengototan saya waktu itu, yang menilai bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Pernyataan ustadz saya ini juga semakin menumbuhkan keyakinan dalam diri saya bahwa meski kita tak boleh salah dalam hidup ini, bukan berarti kita akan lolos dari kesalahan. Karena yang terpenting adalah menyadari kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi sambil mohon ampunan kepada Allah Swt.

Imam Ibnu Katsir menukil sabda Rasulullah saw.: “Seorang hamba tidak dapat mencapai kedudukan muttaqin kecuali jika dia telah meninggalkan perkara-perkara mubah lantaran khawatir terjerumus ke dalam dosa” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Boys and gals, menurut hadis ini, yang mubah saja bila perlu dihindari karena khawatir terjerumus dalam dosa, apalagi yang sudah jelas haram. Iya nggak sih? Oya, dalam keterangan lain, orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menjaga dan membentengi diri. Ibnu Abbas ra. mengatakan bahwa muttaqin adalah orang-orang yang berhati-hati dan menjauhi syirik serta taat kepada Allah. Sedangkan Imam Hasan Bashri mengatakan bahwa bertakwa berarti takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah Swt. dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah Swt.. Berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Sedangkan Ibnu Mu’tazz melukiskan sikap yang mesti ditempuh seorang muslim agar mencapai derajat muttaqin dengan kata-kata sebagai berikut: “Tinggalkan semua dosa kecil maupun besar. Itulah takwa. Dan berbuatlah seperti orang yang berjalan di tanah yang penuh duri, selalu waspada. Jangan meremehkan dosa kecil. Ingatlah, gunung yang besar pun tersusun dari batu-batu kecil”.

Nah, kebayang banget kan kalo semasa hidupnya ada orang yang selalu maksiat. Duh, gimana tuh dosanya. Termasuk dalam hal ini adalah orang-orang yang ketika hidupnya selalu melecehkan kaum muslimin, menghina ajaran Islam, dan malah lebih memilih bersahabat dengan musuh-musuh Islam. Ih, dosanya pasti berlipat-lipat. Apalagi pas ajalnya datang nggak bertobat. Naudzubillahi min dzalik.

Memang sih urusan dosa Allah Swt. yang akan menghisabnya. Tapi kan kita juga diajarkan oleh Rasulullah saw. untuk menilai seseorang dalam berperilaku. Bahwa yang kita nilai itu adalah yang tampak dan sudah jelas dilakukan seseorang (“nahnu nahkumu bidzdzawaahir”, begitu kata Nabi saw.). Misalnya, ada orang yang ngomong bahwa demokrasi itu sistem yang lebih baik dari Islam (sambil dengan bangga menentang upaya perjuangan orang-orang yang ingin menegakkan Khilafah Islamiyyah), dia juga ngoceh bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme lebih hebat ketimbang Islam, selain itu dia terang-terangan melecehkan kaum muslimin. Nah, untuk orang yang kayak gini tentu saja kita bisa menilai nih orang udah bermaksiat kepada Allah Swt. Tentu, berdosa dong ya.

Minta ampunan Allah Swt. yuk!
Sobat muda muslim, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah.

Rasulullah saw. memberikan pujian buat kita-kita yang takwa dan taat pada ajaran Islam. Apalagi sebelumnya kita ahli maksiat. Betul nggak? Indah nian ungkapan Rasulullah saw. empat belas abad yang lampau: “…ada kaum yang akan datang sesudah kalian (para sahabat r.a.). Mereka percaya kepada (sekadar) kitab yang dibendel, lalu percaya dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka lebih utama daripada kalian. Mereka lebih besar pahalanya daripada kalian.” (HR Ibnu Mardawih yang dikutip dalam penjelasan di Tafsir Ibnu Katsir)

Bro en Sis, hidup ini penuh dinamika. Penuh warna, penuh liku, penuh lubang dan mendaki (Iwan Fals banget neh!). Kata orang bijak, hidup adalah untuk mati. Bisa dipahami, karena akhir dari kehidupan adalah kematian. Nggak salah-salah amat kok. Tapi, kita juga wajib ngeh, untuk apa kita hidup. Untuk apa kita ada dunia ini. Dan, akan ke mana setelah bersuka-cita, termasuk berduka-derita di dunia ini?

Kehidupan ini pasti akan berakhir. Wak Haji Rhoma Irama juga tereak: “Pesta pasti berakhir” (kalo disebut nama ini, kamu jangan langsung menggoyangkan jempol tangan dan kaki ya, hehehe…). Hidup di dunia ibarat menempuh sebuah perjalanan panjang dan melelahkan. Banyak sekali cerita terukir di sini. Cerita suka, duka, derita, bahagia, sedih, gembira, kecewa, optimisme, putus asa, peduli, kasih-sayang, cinta, dan seabrek pernak-pernik dan kerlap-kerlip kehidupan dunia yang melengkapinya.

Bro, perjalanan panjang di dunia ini pasti akan berakhir. Ada terminal akhir yang merupakan tempat kita berlabuh. Allah Swt. udah menyediakan dua tempat; surga dan neraka. Surga untuk para pengumpul pahala, sementara neraka adalah kelas ‘eksklusif’ para pendosa.

Nah, mumpung kita masih bisa bernapas, mumpung kita masih bisa tertawa, selagi kita masih punya kesempatan banyak, di saat kita masih muda usia, sebelum air mata penyesalan mengalir deras dari kedua mata kita, ada waktu untuk kita perbaiki diri. Jangan putus asa juga buat para pendosa. Yakinlah, selama hayat masih di kandung badan, kalian punya kesempatan yang sama untuk menuai pahala. Bertobat dari berbuat maksiat, itu keputusan tepat. Setelah itu mari belajar agama. Pahami, cermati, dan amalkan dalam kehidupan.

Sobat muda muslim, ‘qod qola’ Alvin Toffler, “Perubahan tak sekadar penting untuk kehidupan. Perubahan adalah hidup itu sendiri.” Paling nggak, kita berubah menjadi baik dari buruk adalah sebuah perubahan yang menentukan hidup kita sendiri.

Islam juga mengajarkan agar kita senantiasa berbuat baik. Jika kebetulan berbuat maksiat, bertobatlah segera. Diriwayatkan daripada Abu Said al-Khudri ra. katanya: Nabi saw. bersabda: “Seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kamu telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang manusia, lalu dia mencari seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia terus berjumpa pendeta tersebut kemudian berkata: Aku telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawaban itu, dia lalu membunuh pendeta tersebut dan genaplah seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi seseorang yang paling alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang ulama, dia terus berjumpa ulama tersebut dan berkata: Aku telah membunuh seratus orang manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama tersebut menjawab: Ya! Siapakah yang bisa menghalangi kamu dari bertaubat? Pergilah ke negeri si fulan, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Kamu beribadahlah kepada Allah Swt. bersama mereka dan jangan pulang ke negerimu karena negerimu adalah negeri yang sangat hina. Lelaki tersebut berjalan menuju ke tempat yang dimaksud. Ketika berada di pertengahan jalan tiba-tiba dia mati, menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab berselish pendapat mengenai orang tersebut. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah Swt. Namun Malaikat Azab juga berkata: Dia tidak pernah melakukan kebaikan. Lalu Malaikat yang lain datang dalam keadaan menyerupai manusia dan mencoba menengahi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara dua tempat. Mana yang lebih (jaraknya menuju negeri yang dituju), itulah tempatnya. Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut tempat meninggalnya lebih dekat kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia diambil oleh Malaikat Rahmat” (HR Bukhari dalam Kitab Kisah Para Nabi, hadis no. 3211)

Oke deh, bertobat lebih hebat ketimbang tetap berbuat maksiat. Kamu bisa kok. Yakin deh.

Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, menyesal. Tanpa penyesalan, rasanya sulit untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat. Penyelasan ini kudu benar-benar tumbuh dalam diri kamu. Minta maaf pula kepada orang yang kamu “kerjain”. Janji nggak bakal ngulangi lagi. Kedua, niat sungguh-sungguh. Kuatkan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan maksiat. Ada pahala pula di balik niat yang sungguh-sungguh itu. Ketiga, cari lingkungan yang mendukung. Ini penting banget sobat. Sebab, kalo kamu belum bisa mengubah lingkungan, jangan-jangan kamu yang terwarnai. Kalo lingkungannya baik sih oke aja. Tapi kalo rusak? Bisa gawat kan? Jadi, gaul deh ama teman-teman yang udah baik-baik untuk membiasakan kehidupan kamu yang baru.

Keempat, tumbuhkan semangat untuk mengkaji Islam. Sobat, dengan mengkaji Islam, selain menambah wawasan, juga akan membuat kita tetap stabil dengan “kehidupan baru” kita. Maksiat? Sudah lupa tuh! Kelima, senantiasa berdoa. Jangan lupa berdoa kepada Allah, mohon dibimbing dan diarahkan, serta dikuatkan tekad kita untuk meninggalkan maksiat. “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan permohonanmu itu.” (QS al-Mukmin [40]: 60)

Yuk, mumpung masih ada waktu, kita mohon ampunan kepada Allah Swt. Bertobat dengan sebenar-benarnya bertobat. Tak mengulangi kemaksiatan yang telah dilakukan dan sebaliknya kita berlomba memperbanyak amal shalih. Semangat!

Bertobat dan Kembali Pada Dosa

Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki dari Bani Israil bernama Nashuh bertobat setiap saat, kemudian dia kembali melakukan dosa. Dia menyesal atas kesalahan yang dibuatnya, lalu keluar ke gurun, merobek-robek bajunya dan menaruh debu di atas kepalanya.
Dia berkata ”Wahai Tuhanku, berapakali aku berbuat dan kembali berdosa. Jika Engkau tidak menjagaku, aku akan kembali dan kembali berdosa.” Dia mendengar suara berkata: ”Jika kamu selalu kembali-dan kembali kepada maksiat, Aku akan kembali dan kembali dengan rahmat.” Allah berfirman: ”Jika kalian kembali, Kami akan kembali.”
Cerita ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radiyallahuanhu. Dari Nabi Saw. bahwasanya Nabi bersabda :
”Seorang hamba melalkukan dosa kemudian berkata: ”Wahai Allah, ampunilah dosaku!” Allah berkata : ”Hamba-Ku melakukan dosa. Dia tahu bahwasanya dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghapus kesalahan, kemudian dia kembali melakukan dosa. Hamba berkata : ”Ya Allah, ampunilah dosaku!” Allah berkata : ”Hamba-Ku melakukan dosa. Dia tahu bahwasanya dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghapus kesalahan, kemudian dia kembali melakukan dosa. Hamba berkata : ”Ya Allah, ampunilah dosaku!” Allah berkata : ”Hamba-Ku melakukan dosa. Dia tahu bahwasanya dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghapus kesalahan. Lakukanlah apa yang kamu mau, Aku telah mengampunimu.”

Pengampunan dosa sesuai dengan luhurnya agama Islam yang didalamnya terdapat kabar gembira bagi orang-orang yang bertobat dan mau berlaku lurus.


(dikutip dari buku ”Tak Ada Kata Terlambat untuk Bertobat” yang ditulis oleh Musthafa Syaikh Ibrahim Haqqi)

Dari tulisan diatas, menurutku sungguh Allah itu Maha Pengampun pada hamba-hamba-Nya yang beriman kepada-Nya. Kepada siapa lagi kita makluk yang selalu berbuat dosa ini memohon ampun selain pada Allah Subhana wa Ta’Ala?. Sebagai manusia biasa, kita pasti tidak luput dari kesalahan yang kita perbuat. Dan sebaik-baik manusia yang berbuat kesalahan dan dosa, tak ada jalan lain selain BERTAUBAT PADA ALLAH.
Tentunya kita juga jangan bangga berbuat dosa dan maksiat karena tahu Allah Maha Pengampun. Apa kita tidak punya rasa malu dan takut pada Allah yang Maha Menatap seluruh tingkah laku makluk ciptaan-Nya termasuk kita manusia? Hai para pelaku dosa dan maksiat, takutlah kalian pada ancaman siksa neraka Allah yang sangat pedih. Sungguh, Neraka itu benar-benar ada! Selain itu, Rasulullah Saw. pernah bersabda: ”Setiap umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan dan bangga berbuat dosa.” HR. al-Bukhari

Bagaimana Cara Bertobat dari Dosa

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu saya ingin mengungkapkan keprihatinan atas maraknya kasus perzinahan yang terungkap media saat ini. Marilah kita sama-sama memohon perlindungan pada Allah Swt. agar hal tersebut tidak menjadi pola hidup generasi kita. Perlu diingatkan kembali bahwa kita telah diperintahkan untuk menjauhi hal-hal yang dapat mendekatkan diri pada perbuatan zinah, seperti nonton VCD porno, pacaran, dan lain sebagainya.

Kita ketahui bersama bahwa perzinahan merupakan dosa besar. Namun demikian, kesempatan untuk bertobat dari dosa akan selalu terbuka. Dalam hadits Qudsi disebutkan, “Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya kalian selalu berbuat dosa pada malam dan siang hari, sedang Aku mengampuni dosa-dosa semuanya. Oleh karena itu, mohonlah ampun kepada-Ku, niscaya aku akan mengampuni kalian.” (H.R. Muslim)

Sebagian ulama mengartikan taubat sebagai kembalinya seseorang dari sesuatu yang tercela menuju sifat yang terpuji, dari larangan Allah menuju perintah-perintah-Nya, dari maksiat menuju taat, serta dari segala yang dibenci Allah menuju rido-Nya. Untuk itu, ada tiga syarat pokok taubat yang harus dipenuhi, yakni:
1. Harus menghentikan maksiat.
2. Harus diikuti penyesalan yang mendalam.
3. Berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya.

Jika dosa tersebut berhubungan dengan Allah, misalnya lalai dalam beribadah, maka mohonkanlah ampun kepada-Nya dan perbaikilah kesalahan tersebut. Jika dosa tersebut menyangkut orang lain, setelah memohon ampun pada Allah, mintalah maaf pada orang yang bersangkutan. Untuk dosa yang terkait dengan masalah hukum hudud (seperti zina dan sejenisnya), maka taubat harus diiringi dengan kesiapan untuk menerima hukuman sesuai dengan syariat Islam.

Bagi orang yang berzina dalam keadaan sudah pernah menikah, hukumannya adalah rajam (dilempar batu hingga mati di hadapan umum). Bila yang berzina itu belum pernah menikah sebelumnya, hukumannya hanya dicambuk 100 kali. Sebagian ulama menambahkan dengan mengasingkannya selama setahun.

Namun demikian, yang menjadi ukuran (saat ini) bukan terlaksananya hukum tersebut melainkan kesiapan bila eksekusi hukum itu dijalankan. Kalau pun seseorang hidup di luar sistem hukum Islam (sehingga hukum hudud tidak bisa terlaksana), maka tanggung jawab ada pada pihak-pihak yang berkompoten untuk melaksanakan hukum tersebut.

Dengan demikian, jalani saja hidup ini dengan tetap memperbaiki kesalahan masa lalu. Jangan sampai masa lalu merusak masa depan. Tetapkanlah dalam hati untuk selalu mengikuti aturan Allah dengan hukum-hukum-Nya.

Jika perbuatan zina dilalukan di bulan Ramadhan, maka pertobatan itu lebih baik dilakukan dengan kifarat (mengganti shaum yang batal) oleh perbuatan tersebut meski yang membatalkan shaum sebenarnya adalah hubungan suami istri dan bukan hubungan perzinahan. Kifarat yang dimaksud di sini adalah shaum dua bulan berturut-turut atau memerdekakan hamba sahaya atau memberi makan 60 fakir miskin. Wallahu a’lam.

Sabtu, 27 November 2010

Siapa yang berhak menerima zakat

Siapa yang berhak menerima zakat
Dalam Quran surat at Taubah ayat 58-60, Allah berfirman yang artinya:

"... Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah bagi fakir miskin, para amil, para muallaf yang dibujuk hatinya, mereka yang diperhamba, orang-orang yang berutang, yang berjuang di jalan Allah, dan orang kehabisan bekal di perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Jadi jelaslah disini, bahwa golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) ada delapan golongan, yaitu:

Fakir dan Miskin
Fakir dan miskin adalah golongan yang pertama dan kedua disebutkan dalam surat at Taubah, dengan tujuan bahwa sasaran zakat adalah menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan dalam masyarakat Islam. Menurut pemuka ahli tafsir, Tabari, yang dimaksud fakir, yaitu orang dalam kebutuhan, tapi dapat menjaga diri tidak meminta-minta. Sedangkan yang dimaksud dengan miskin, yaitu orang yang dalam kebutuhan dan suka meminta-minta.
Amil zakat
Sasaran ketiga adalah para amil zakat. Yang dimaksud dengan amil zakat adalah mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari pencatat sampai kepada penghitung yang mencatat keluar masuk zakat.
Golongan muallaf
Yang dimaksudkan dengan golongan muallaf, antara lain adalah mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas kaum Muslimin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membantu dan menolong kaum Muslimin dari musuh. Macam-macam golongan muallaf adalah:
Golongan yang diharapkan keislamannya atau keislaman kelompok serta keluarganya
Golongan orang yang dikuatirkan kelakuan jahatnya
Golongan orang yang baru masuk Islam
Pemimpin dan tokoh masyarakat yang telah memeluk Islam yang mempunyai sahabat-sahabat kafir.
Pemimpin dan tokoh kaum Muslimin yang berpengaruh di kalangan kaumnya, akan tetapi imannya masih lemah.
Kaum Muslimin yang tinggal di benteng-benteng dan daerah perbatasan musuh.
Kaum Muslimin yang membutuhkannya untuk mengurus zakat orang yang tidak mau mengeluarkan, kecuali dengan paksaan.
Untuk memerdekakan budak belian
Cara membebaskan bisa dilakukan dengan dua hal: Pertama, menolong hamba mukatab, yaitu budak yang telah ada perjanjian dan kesepakatan dengan tuannya, bahwa bila ia sanggup menghasilkan harta dengan nilai dan ukuran tertentu, maka bebaslah ia. Kedua, seseorang dengan harta zakatnya atau seseorang bersama temannya membeli seorang budak kemudian membebaskan. Atau penguasa membeli seorang budak dari harta zakat yang diambilnya, kemudian ia membebaskan.
Orang yang berutang
Gharimun (orang yang berhutang) adalah termasuk golongan mustahiq. Menurut Ibnu Humam dalam al Fath, gharim adalah orang yang mempunyai piutang terhadap orang lain dan boleh menyerahkan zakat kepadanya karena keadaannya yang fakir, bukan karena mempunyai piutangnya. Ada dua golongan bagi orang yang mempunyai utang, yaitu golongan yang mempunyai utang untuk kemaslahatan diri sendiri, seperti untuk nafkah, membeli pakaian, mengobati orang sakit. Golongan lain adalah orang yang mempunyai utang untuk kemaslahatan orang lain, seperti mendamaikan dua golongan yang bermusuhan, orang yang bergerak di bidang sosial, seperti yayasan anak yatim, rumah sakit untuk fakir, anak yatim piatu dan lain-lain.
Di jalan Allah
Quran menggambarkan sasaran zakat yang ketujuh dengan firmanNya: "Di jalan Allah". Sabil berarti jalan. Jadi sabilillah artinya jalan yang menyampaikan pada ridha Allah, baik akidah maupun perbuatan. Sabilillah adalah kalimat yang bersifat umum, mencakup segala amal perbuatan ikhlas, yang digunakan untuk bertakkarub kepada Allah, dengan melaksanakan segala perbuatan wajib, sunat dan bermacam kebajikan lainnya.

Ibnu sabil
Ibnu sabil, menurut Jumhur ulama adalah kiasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas dari suatu daerah ke daerah lain. Dikatakan untuk orang yang berjalan di atasnya karena tetap di jalan itu. Menurut pendapat beberapa ulama, ibnu sabil mempunyai hak dari zakat, walaupun ia kaya, apabila ia terputus bekalnya. Ibnu Zaid berkata: "Ibnu sabil adalah musafir, apakah ia kaya atau miskin, apabila terdapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya samasekali tidak ada, atau terkena sesuatu musibah atas hartanya, atau ia samasekali tidak memiliki apa-apa, maka dalam keadaan demikian itu, hanya bersifat pasti.

Sedangkan fihak-fihak di luar dari 8 golongan (asnaf) ini tidak dibenarkan menerima uang dari zakat. Tetapi tidak tertutup fihak-fihak tersebut menerima bantuan dari infaq. Jadi sasaran zakat lebih spesifik dari pada infaq. Artikel selanjutnya: Bagaimana cara yang baik untuk membayarkan zakat

Zakat penghasilan/Gaji

Masih mengenai pemberian zakat penghasilan, apakah boleh saya memberikan kepada anak dari paman suami saya yang sudah yatim (Ibunya meninggal) tetapi masih sekolah dan saya lihat sangat membutuhkan karena paman dari suami saya itu tidak mempunya pekerjaan tetap/sebagai buruh.

Dan apakah harus diucapkan secara lisan atau apakah boleh saya niatkan di dalam hati saja pada waktu memberikan nya.

Satu lagi seandainya saya ingin memberikan kepada anak yang masih mempunyai orang tua tetapi orang tua nya kurang mampu dalam hal ini si ayah tidak memberikan nafkah / tidak mengurus kepada keluarga sementara si ibu bekerja dan penghasilan nya tidak mencukupi.
Rasulullah bersabda: " Bila engkau membayar zakat kekayaan maka berarti engkau telah membuang yang tidak baik darinya". (H.R. Hakiem)

1. Mengenai siapa saja yang berhak menerima zakat, Allah Swt berfirman:
“Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat-zakat) itu hanyalah untuk orang¬orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang di bujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah,dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Taubah/9:60).

Dari penjelasan ayat di atas, jelaslah bahwa zakat hanya boleh didistribusikan kepada delapan asnâf (kelompok), yaitu : pertama; fakir, kedua; miskin, ketiga; Amil, keempat; muallaf, kelima; ar-riqâb (budak), keenam; al-ghârimin (orang yang berhutang), ketujuh; fi sabilillah, kedelapan; ibnu sabil.

Menurut ulama fikih bahwa anak dari paman suami mereka dikategorikan bukan berada dibawah tangggungan Ibu Ana dan suami langsung. Jika mereka memenuhi syarat fakir atau miskin berdasarkan ayat tersebut, maka mereka berhak mendapatkan zakat dari harta Ibu. Oleh karenanya, ulama menjelaskan bahwa sebab dengan kefakiran dan kemiskinanlah mereka bisa dikategorikan sebagai orang yang berhak menerima zakat (mustahik zakat). Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan dalam kitabnya “Fiqhu az-Zakat” pemberian zakat kepada orang yang tidak wajib bagi orang yang berzakat memberi nafkah kepadanya (termasuk anak dari paman suami), maka tidak berdosa memberi kepadanya zakat. Nabi saw. Beliau berkata kepada Abu Thalhah ra tentang sedekah yang akan ia berikan, “Berikanlah kepada kerabat dekat!” (HR al-Bukhari). Kewajiban kitalah untuk membantu saudara sendiri yang mereka sedang menghadapi kekurangan ekonomi. Islam sangat memerintahkan untuk membantu sesama manusia terutama yang terdekat.

Adapun keluarga yang tidak boleh menerima zakat yaitu mereka yang berada dalam tanggungan Ibu Ana. Jumhur ulama menjelaskan ada kategori siapa saja orang-orang yang tidak boleh menerima zakat di antaranya bapak, ibu atau kakek, nenek hingga ke atas atau anak-anak hingga ke bawah atau isteri dari orang yang mengeluarkan zakat, karena nafkah mereka di bawah tanggung jawab kita sebagai anak/menantu. Rasulullah Saw bersabda: “Kamu dan hartamu itu untuk ayahmu” (HR. Ahmad dari Anas bin Syu’aib) Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan dalam kitabnya “Fiqhu az-Zakat” pemberian zakat kepada kerabat yang tidak wajib bagi orang yang berzakat memberi nafkah kepadanya, maka tidak berdosa memberi kepadanya zakat.

Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada anak dari paman suami yang bukan tanggungan langsung dari Ibu Ana dengan syarat mereka dalam keadaan membutuhkan (fakir atau miskin). Setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam menyalurkan zakatnya dan berusaha sesuai dengan anjuran syari’at Islam agar zakatnya sampai pada yang berhak.

2. Mayoritas mazhab fuqaha berpendapat, bahwa niat itu merupakan syarat dalam mengeluarkan zakat, karena zakat itu adalah ibadah, sedang ibadah tidak sah kecuali dengan niat. Allah berfirman QS. Al-bayyinah (98):5 dan Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya sahya perbuatan itu hanyalah dengan niat”. (HR. Muslim)

Menurut ulama fiqih pemberian harta kepada anak dari paman suami tersebut tergantung pada niatnya. Jika diniatkan zakat bisa dikatakan sebagai zakat. Tetapi jika diniatkan infaq/sedekah, statusnya sebagai infaq/sedekah. Pemberian harta kepada anak dari paman suami ibu Ana yang sedang membutuhkan bantuan harus dengan niat berzakat boleh berniat secara jahron/terang-terangan (dengan dikasih tahu bahwa bantuan tersebut adalah zakat ibu yang ditunaikan) atau boleh juga dengan sirron/sembunyi-sembunyi (tidak diinformasikan bahwa bantuan tersebut adalah zakat ibu, cukup dalam hati saja). Tetapi jika harta yang dikeluarkan tersebut diniatkan infaq/sedekah, statusnya juga akan berubah menjadi infaq/sedekah.

3. Sama dengan jawaban pertama, bahwa berdasarkan firman Allah Swt QS At-taubah (9): 60 Allah menjelaskan tentang orang yang berhak mendapatkan zakat diantaranya karena ada alasan fakir dan miskin. Maka mereka sangat berhak mendapatkan zakat. Zakat adalah sebuah kewajiban yang bersifat sosial pemberdayaan. Pandangan ini didasarkan atas argumen: urutan pertama asnaf zakat (fakir) adalah kelompok ekonomi lemah, tidak mampu memenuhi sebagian kebutuhan dasar hidupnya dan tanggungannya. Ini menegaskan peran krusial sosial dari zakat. Orang fakir yaitu orang yang tidak memiliki harta atau penghasilan yang layak dalam memenuhi keperluannya seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk dirinya maupun untuk menjadi tanggungannya. Dengan kata lain fakir bisa diartikan orang-orang yang sehat atau jujur, tetapi tidak mempunyai pekerjaan sehingga tidak mempunyai penghasilan. Ada sebagian ulama yang menjelaskan juga tentang kategori fakir mereka adalah orang-orang jompo, termasuk anak yatim piatu bahkan orang-orang cacat yang tidak mempunyai penghasilan.

Alhasil, zakat yang diberikan kepada anak yang keluarganya tidak mampu/ penghasilan orang tuanya tidak mencukupi dan kondisi perekonomiannya sulit (fakir) maka sangat dianjurkan/ diperbolehkan. Sebab, mereka dikategorikan sebagai kelompok orang-orang fakir (mustahik zakat). Zakat memang harus diberikan kepada yang berhak (mustahik) yang sudah ditentukan menurut agama. Penyerahan zakat boleh dilakukan sendiri langsung namun lebih afdhal (utama) adalah melalui badan amil zakat, lembaga amil zakat atau melalui unit pungutan zakat (upz) agar lebih adil dan amanah tersalurkannya.

Oleh karena itu, tidak diperkenankan memberikan zakat seluruhnya. Sebab, yang perlu diingat masih banyak mustahik/orang yang berhak mendapatkan dana dari zakat tersebut. Umumnya ulama menyarankan lebih utama kita menyalurkan zakat kepada lembaga yang amanah agar lebih adil dan tidak menumpuk pada satu orang/mustahik. Justru dengan penyaluran melalui lembaga tersebut akan banyak lagi masyarakat miskin (para mustahik) yang dapat terberdayakan.

Demikian semoga dapat dipahami. Waallahu A’lam.

Kamis, 25 November 2010

Cara Tobat dari Zina dan Hukumannya Sekarang

Asw. Bu Siti, senang rasanya saya dapat konsultasi masalah keluarga melalui kolom ini.

Saya kini sudah bertobat dari segala maksiat yang saya lakukan. Sebelum menikah, saya sudah pernah berzina dengan istri saya. Bagaimana hukuman yang harus saya terima? Insya Allah saya terima. Kemudian kami sering bertengkar karena masalah hubungan saya dengan wanita-wanita sebelum saya menikah. Tapi hanya pada istri saya, saya pernah melakukan hal demikian. Kini saya benar-benar ingin bertobat dan menyesali perbuatan saya. Mohon bantuan Ibu.

Wass.

g
Jawaban

Adakah Pengampunan Untuk orang yang Telah berbuat Zina?

Kasus Serupa: Saya seorang laki-laki, dan saya telah melakukan perbuatan zina dengan pacar saya, sebanyak 3 kali. Apakah Dosa saya masih bisa di ampuni? Semenjak melakukan perbuatan itu saya lebih mendekatkan diri kepada Allah dan saya ingin bertaubat. Bagaimana cara bertauba ? Bagaimana cara saya menebus dosa-dosa saya tersebut?

(Saudagar)

JAWAB:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh,

Sdr. G & Saudagar yang dirahmati Allah,

Saya prihatin dengan apa yang saat ini sering terjadi pada hubungan antar jenis yang dilakukan oleh dua sejoli yang berpacaran, karena hubungan tersebut tidak bisa ditutupi telah sering menjurus pada ma’shiyat. Islam bukan hanya mencoba bertindak setelah kejadian itu berlangsung, namun lebih urgen adalah pada upaya preventif untuk memagarinya sebelum terjadi.

Pacaran saat ini telah mengkhawatirkan dari sisi telah membuka pintu zina. Padahal umat Islam dilarang mendekati zina, apalagi mengerjakan zina tentu lebih dilarang lagi. Namun demikian pada kasus Anda, saya salut dan bersyukur, Anda menyadari dosa-dosa yang telah terjadi dan ingin memperbaikinya. Bergembiralah karena Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, membuka pintu taubat untuk manusia asal itu dilakukan sebelum ajal menjemput.

Dalam Hadits Qudsi disebutkan: ”Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian selalu berbuat dosa pada malam dan siang hari, sedang Aku mengampuni dosa-dosa semuanya. Oleh karena itu, mohonlah ampun kepadaKu, niscaya aku akan mengampuni kalian.” (HR.Muslim)

”Hai anak Adam, selama kalian berdoa dan berharap kepadaKu, niscaya aku akan memberi ampunan kepada kalian atas semua dosa yang kalian lakukan tanpa Kupedulikan. Hai anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai langit, kemudian kalian memohon ampun kepadaKu, niscaya Aku akan mengampuni semua dosa yang telah kalian lakukan tanpa Kupedulikan. Hai anak Adam, seandainya kalian datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian kalian datang tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang dengan membawa ampunan sepenuh bumi.” (HR Tirmidzi)

Sdr G & Saudagar,

Rasulullah saw saja yang dapat dikatakan selalu terjaga dari dosa, mengamalkan istighfar untuk minta ampun pada Allah swt. lebih dari 70x sehari, apatah lagi kita yang berlumur dosa. Oleh karena itu banyaklah istighfar dan bertaubat. Selain itu iringilah dengan mengerjakan amal kebaikan yang menghapus dosa, sebagaimana firman Allah : ”sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan dosa perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang yang ingat.” (QS Huud :114)

Arti taubat menurut Muhammad Ibnu ”Alan as-Shiddiqi adalah kembalinya seseorang dari sesuatu yang tercela menuju sifat yang tepuji, dari larangan Allah menuju perintah-perintah-Nya, dari ma’shiyat menuju thaat, kembali dari segala yang dibenci Allah menuju yang diridlai-Nya, kembali dari yang saling bertentangan menuju yang saling menyenangkan, kembali kepada Allah setelah meninggalkanNya dan kembali thaat setelah menentang-Nya.

Sdr G & Saudagar, taubat kepada Allah akan diterima kalau memenuhi tiga syarat yang paling pokok, yakni:

Harus menghentikan ma’shiyat
Harus diikuti penyesalan yang mendalam
Berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya kembali.
Menyelesaikan urusannya dengan orang yang berhak dengan cara minta ma’af atau halalnya perbuatan tersebut; kalau berkaitan dengan barang maka maka wajib mengembalikan atau menggantinya dengan barang yang sepadan. Jadi kalau pacar Anda menuntut Anda, misalnya untuk menikahi, Anda harus bertanggungjawab sampai ada kerelaannya.

Semoga Anda dan kita dijadikan sebagai hamba-hamba yang bertaubat dan bersegera kembali pada-Nya. Amin...

Wallahu a’lam bish-shawab

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh

CARA BERTOBAT menurut islam

CARA BERTOBAT DARI ZINA
Keduanya bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha yaitu dengan memenuhi tiga syarat taubat yang disebutkan oleh para ulama. Tiga syarat ini disimpulkan oleh para ulama dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Pertama, Keduanya harus menyesali perbuatan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya penyesalan itu adalah taubat.” [1]

Karena itu hendaklah keduanya menyesali apa yang telah mereka lakukan.

Kedua, melepaskan diri dan menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari perbuatan yang seperti itu. Tidak lagi mengulangi maupun mendekati apa-apa yang akan menyeret dan mengantar kepada perzinaan, seperti pergaulan bebas dengan wanita (pacaran), berbincang-bincang secara bebas dengan wanita yang bukan mahram, bercengkerama, ikhtilath/ bercampurbaur. Semuanya adalah perkara yang diharamkan syariat untuk menutupi pintu perzinaan. Hendaknya keduanya menjauhkan diri dari itu semua.

Ketiga, kemudian keduanya ber-’azam/ bertekad kuat untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya tersebut. Juga beristighfar kepada Allah, memohon ampunan-Nya. Dalam hal ini ada hadits Abu Bakr Ash-Shiddiq tentang disyariatkannya seseorang yang telah melakukan perbuatan maksiat untuk shalat dua rakaat lalu memohon ampunan kepada Allah.[2]

HARUSKAH KEDUANYA MENIKAH ?

Keduanya tidak harus menikah. Namun tidak mengapa keduanya menikah dengan syarat: apabila wanita yang telah dizinai tersebut hamil karena perzinaan itu, maka tidak boleh menikahinya pada masa wanita itu masih hamil. Mereka harus menunggu sampai si wanita melahirkan bayinya, baru boleh menikahinya. Inilah pendapat yang benar yang disebutkan oleh ulama, yaitu bahwa wanita yang hamil karena perzinaan tidak boleh dinikahi sampai melahirkan. Karena di sana ada dalil yang menuntut adanya istibra` ar-rahim (pembebasan rahim) dari bibit seseorang. Karena itu rahim harus dibebaskan terlebih dahulu dengan cara menunggu sampai lahir, sehingga rahimnya bebas tidak ada lagi bibit di dalamnya. Setelah itu baru bisa menikahinya. Itu pun apabila keduanya bertaubat dari perzinaan.

Apabila wanita yang dizinainya tidak sampai hamil, maka pembebasan rahimnya dengan cara menunggu haid berikutnya. Setelah melakukan perzinaan kemudian dia haid. Dalam kasus yang seperti ini, boleh menikahinya setelah melewati satu kali masa haid, yang menunjukkan bahwa memang tidak ada bibit yang tersimpan dalam rahimnya. Dan tentunya ini apabila keduanya bertaubat dari perzinaan.

Adapun jika salah satu dari keduanya belum bertaubat dari perzinaan tersebut, sehingga salah satu dari keduanya masih berlaku padanya nama zaani (pezina) maka keduanya tidak boleh menikah. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mukmin.” (An-Nur: 3)

Maksudnya, seorang pezina diharamkan menikah dan sebaliknya wanita pezina juga haram dinikahi. Jadi bolehnya menikah adalah apabila keduanya memang sudah bertaubat dari perzinaan tersebut, sehingga tidak lagi dinamakan lelaki pezina atau wanita pezina.

BAGAIMANA STATUS ANAK KEDUANYA ?

Ini tentunya kalau ditakdirkan bahwa wanita yang dizinai tersebut hamil akibat perzinaan tersebut. Status anak tersebut adalah anak yang lahir karena perzinaan. Anak ini tidak boleh dinasabkan pada lelaki yang berzina dengan ibunya, karena dia bukanlah ayahnya secara syariat. Oleh karena itu, sang anak dinasabkan kepada ibunya. Demikian pula tidak boleh saling waris-mewarisi. Juga seandainya anak tersebut wanita, maka laki-laki tersebut tidak boleh menjadi walinya dalam pernikahan dan juga bukan mahramnya sehingga tidak berlaku padanya hukum-hukum mahram. Sehingga laki-laki itu tidak boleh berkhalwat dengannya, tidak boleh melihat wajahnya, tidak boleh berjabat tangan dengannya, dan seterusnya. Satu-satunya hukum yang berlaku adalah bahwa si laki-laki tidak boleh menikahi anak hasil perzinaan tersebut, karena anak wanita itu berasal dari air maninya. Hanya ini satu-satunya hukum yang berlaku, sebagaimana diterangkan oleh para ulama. Wallahu a’lam bish-shawab

Cara Bertobat

Bagaimana cara utk bertobat supaya tidak melakukan perbuatan yg dilarang oleh ALLAH SWT? Sebab selama ini saya telah melakukan perbuatan yg sangat tidak disukai oleh ALLAH SWT. Seperti mencuri berzina berbohong dan masih banyak perbuatan yg dilarang oleh ALLAH SWT. Saya ingin sekali bertobat agar dapat menjauhi perbuatan buruk itu selamanya.

Karena saya merasa berdosa kepada ALLAH SWT dan kepada kedua orang tua saya.

Saya bingung krn saya selalu tidak dapat mengendalikan hawa nafsu saya.

Saya selalu membuat masalah yg pada akhirnya berdampak kepada psikologis kedua orang tua saya. Saya seperti hanya sadar sebentar kemudian kembali melakukan perbuatan yg semestinya tidak dilakukan oleh hamba2 ALLAH.

Sekali lagi saya minta pertolongan bagaimana caranya supaya saya dapat berjalan lurus dijalan ALLAH SWT krn usia saya masih muda tahun.

Jawaban Assalamualaikum wr. wb.

Saat ini Anda pasti merasa sangat berdosa sebab hal-hal yg Anda lakukan tadi. Namun Anda harus ingat bahwa selain Allah siksa-Nya sangat pedih Allah juga Mahapengampun. Yang harus Anda lakukan adl segera kembali kejalan Allah dan bertaubat.

Jika Anda ingin bertobat maka Anda harus bersungguh-sungguh dalam hal ini.

Ada beberapa pengorbanan yg harus Anda lakukan yaitu; 1. meminta Ampun kepada Allah. 2. menyesali perbuatan yg telah Anda kerjakan 3. berjanji tidak akan mengulanginya lagi 4. jika dosa yg dilakukan menyangkut hak orang lain hendaknya diselesaikan dgn orang yg bersangkutan seperti jika pernah mengambil hak orang lain secara dzalim.

Itu adl syarat-syarat bagi siapapun yg hendak bertaubat. Namun utk merealisasikan hal tersebut Anda beberapa hal yg harus Anda tempuh di antaranya Anda harus segera keluar dari lingkungan pergaulan Anda sekarang kemudian beralih bergaul dgn orang-orang saleh dan hanya membatasi pergaulan Anda dgn orang-orang yg baik saja. Hal ini adl syarat mutlak bagi siapapun yg ingin baik. Anda tak mungkin bisa baik jika masih berada dalam pergaulan lingkungan yg tidak baik.

Jika hal tersebut bisa Anda lakukan perkuatlah iman Anda setelah itu dgn banyak membaca Alquran melakukan amalan- amalan sunah {zikir puasa salat dan lain-lain} memperbanyak berbuat kebaikan dan selalu berusaha lbh mendekatkan diri kepada Allah.

Hal-hal tersebut mungkin pada awalnya akan terasa berat namun Anda harus bersabar dan mencobanya. Dengan kesabaran dan kesungguhan ingin kembali kepada Allah insya Allah Dia pasti akan memudahkan jalan bagi Anda. Anda serta keluarga Anda pasti akan merasakan kedamaian yg hakiki dan keluarga tidak lagi merasa terbebani dgn keberadaan Anda.

Ke depan jika Anda ingin melakukan sesuatu pikirkanlah dahulu tentang siapa diri Anda mengapa Anda ingin melakukan hal itu dan apa akibat dari perbuatan Anda itu. Insya Allah hal ini akan membantu. Wallahu a’lam. .

Sumber Asyabalunal ‘Ulama Muhammad Sulthan.

Design by infinityskins.blogspot.com 2007-2008